METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG
Tugas mata kuliah dasar-dasar pemuliaan
tanaman (DPT)
(ARTIKEL)
Oleh :
hariyanto
11.03.111.00038
PROGRAM
STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
2013
PEMULIAAN
TANAMAN MENYERBUK SILANG
Prosedur pemuliaan tanaman menyerbuk silang berbeda
dengan tanaman menyerbuk sendiri. Tanaman menyerbuk sendiri bertijuan untuk
mendapatkan individu tanaman homozigot. Sedangkan tanaman menyerbuk silang
bertujuan untuk mendapatkan populasi yanag terdiri dari tanaman. Oleh sebab
itu, metode yang digunakan berbeda, terutama pada prosedur seleksi. Varietas
yang dibentuk dari tanaman menyerbuk silang adalah varietas hibrida dan bersari
bebas.
A.
Dasar
Genetik Tanaman Menyerbuk Silang
Populasi yang mempunyai frekuensi
gen tertentu pada dasarnya merupakan suatu varietas tanaman menyerbuk silang. Karena
mudah melakukan penyerbukan silang maka dalam satu varietas terdiri atas
tanaman heterozigot (heterogen), kecuali varietas hibrida. Akan tetapi, secara
fenotipe nampakny sama sehingga populasi tersebut memperlihatkan varietas
tertentu.
Keragaman genetic dapat dipertahankan dari
generasi ke generasi karena ada kawin acak, sehingga baik frekuensi gen maupun
genoyipe dapat tetap sama pada generasi berikutnya. Menurut hokum
Hardy-Weinberg, frekuensi gen dan genotype akan konstan dari generasi ke generasi
pada suatu populasi kawin acak jika tidak terjadi seleksi, mutasi, dan
mitigasi.
Upaya memperbaiki verietas suatu
tanaman menyerbuk silang, berkaitan dengan merubah frekuensi gen yakni kea rah
peningkatan frekuensi gen yang dikehendaki. Perubahan ini dapat dilakukan
dengan melalui seleksi. Dengan definisi lain pemuliaan tanaman menyerbuk silang
sebagai seleksi terhadap populasi yang bertujuan untuk memperoleh populasi
dengan frekuensi gen yang baru dan unik.
Demikian yang menyebabkan program
pemuliaan tanaman bergantung dari populasi asal dan metode seleksi yang
dilakuakan. Populasi asl harus memiliki keseragaman dan ada gen yang
diinginkan. Sedangkan seleksi diarahkan untuk memperbesar persentase gen yang
diinginkan.
B.
Pembentukan
Populasi Dasar
Tersedianya populasi dasar merupakan
langkah awal dalam program pemuliaan tanaman menyerbuk silang. Populasi dasar
dapat berasal dari genotype local atau yang dibentuk oleh pemulia. Populasi
dasar yang sudah ada, perlu diperbaharuhi oleh pemulia melalui sistem
persilangan tertentu agar menjadi lebih efektif.
Pembentukan populasi
dasar mempunyai tujuan untuk meningkatkan keragaman karakter yang mempunyai
nilai ekonomis dan mempertahankan keseragaman karakter lain. Misalnya, apabila
ada pemuliaan tanaman yang diharapkan adanya peningkatan produksi maka karakter
produksi tersebut diusahakan beragam pada populasi dasar. Sementara, karakter
lain seperti kemasakan, tinggi tanaman, dan kualitas agak seragam.
Pemabentukan populasi dasar
tergantung pada macam tanaman dan meodel seleksi yang digunakan. Setelah
melakukan persilangan, hanya dibutuhkan satu generasi kawin acak untuk
kombinasi-kombinasi baru. Jika lebih dari satu generasi kawin acak sebelum
dimulai seleksi keragaman akan tetap sama.
Keragaman genetik pada populasi
dasar dapat ditentukan melalui genotipe penyusun dan karakter perkawinan setiap
individu anggotan populasi dasar. Berikut adalah lima sistem persilangan yang
dikenal pada tanaman menyerbuk silang.
1)
Kawin
acak (random mating)
Pada prinsipnya setiap
individu dapat melakukan kawin acak, karena mempunyai kesempatan sama untuk
membentuk keturunan dan setiap bunga betina dapat diserbuki oleh setiap gamet
jantan. Kawin acak yang mengikuti seleksi dapat mengubah frekuensi gen,
keragaman populasi, dan korelasi genetik antara kerabat dekat. Walaupun dapat
mengubah frekuensi gen tetapi, kecil pengaruhnya terhadap homozigotas tanaman. Kawin acak menyebabkan populasi tanaman menyerbuk
silang bersifat heterosigot dan heterogenus (beragam).
Berdasarkan model diploid, dua alel
per lokus misalnya A dan a, struktur genetik populasi tanaman menyerbuk silang dapat
dinyatakan sebagai berikut:
DAA + HAa + Raa, dengan
D: homosigot
dominan,
H:
heterosigot, dan
R: homosigot
resesif.
Frekuensi Gen
dan Genotipe dalam Populasi
§ Suatu Populasi dicirikan oleh frekuensi alel/gen dan
frekuensi genotipe penyusun populasi.
–
Frekuensi alel/gan: proporsi suatu alel/gen dlm populasi
–
Frekuensi genotipe: proporsi suatu genotipe terhadap genotipe total dlm
populasi.
§ Contoh:
Suatu populasi terdiri atas 100 individu
tanaman dengan struktur genotipe: 50 AA + 40 Aa + 10 aa.
Berapakah frekuensi masing-2 genotipe
dan masing-2 gen?
Frekuensi Genotipe:
–
frekuensi genotipe AA (D) = 50/100
= 0,5;
–
frekuensi genotipe Aa (H) = 40/100
= 0,4; dan
–
frekuensi genotipe Aa (R) = 10/100
= 0,1.
Frekuensi Gen/Alel:
–
frekuensi alel A = {(2x50)+(1x40)} / (2x100) = 0,70 = (D+1/2H)
–
frekuensi alel a = {(1x40)+(2x10)} / (2x100) = 0,30 = (1/2H+R)
Kawin Acak (Random
Mating) Pada Populasi Menyerbuk Bebas
(D AA +
H Aa + R aa):
Jika f(A) = p, f(a) = q, maka
setelah sekali kawin acak terbentuk populasi p2 AA + 2pq Aa + q2
aa = (pA +qa)2
Frekuensi Gen
dan Genotipe Tetap
Dari Generasi Ke Generasi (Hukum.Hardy-Weinberg)
Dari Generasi Ke Generasi (Hukum.Hardy-Weinberg)
§ Hukum
Hardy-weinberg:
Populasi kawin
acak yg mencapai Equilibrium (keseimbangan
populasi), frekuensi gen dan genotipe akan konstan (tidak berubah) dari
generasi ke generasi bila tidak ada faktor luar (seleksi, migrasi dan mutasi)
yang berpengaruh.
§ Untuk mencapai Equilibrium (keseimbangan
populasi), diperlukan sekali kawin acak.
§ Misalnya suatu populasi (0,50AA + 0,40Aa +
0,10aa), frekuensi alel A = 0,7 dan alel
a = 0,3.
Ø Kawin acak populasi tersebut menghasilkan populasi
baru:
(0,7A+0,3a)2 = 0,49AA + 0,42Aa +
0,09aa.
2)
Kawin
antar tanaman secara genetik sejenis (genetic
assortative
mating)
Sistem perkawinan ini lebih dikenal dengan istilah
tangkar dalam (inbreeding). Dengan perkawinan ini akan meningkatkan peluang
diturunkannya gamet sama dari kedua tetuanya, yang cenderung menurunkan
persentasi heterozigotas dalam populasi yang berakibat pada penurunan karakter
tanaman. Menurut percobaan East tahun 1908 dan Shull tahun 1909 pada tanaman
jagung, baru mendapatkan hasil yang dapat menjelaskan akibat inbreeding.
Berdasarkan
hasil percobaan tersebut dapat diambil kesimpulan, yaitu 1) muncul sejumlah
besar genotipe yang mati dan lemah pada generasi tangkar dalam; 2) individu
bahan percobaan ternyata terpisah secara capat ke dalam galur-galur berbeda,
yang masing-masing galur menunjukkan makin seragam dalam berbagai karakter
morfologi dan fisiologi, seperti tinggi tanaman, panjang tongkol dan kemasakan;
3) banyak galur yang menurun karakternya dan produktivitasnya serta tidak
bertahan, walaupun ditumbuhkan pada lingkungan yang menguntungkan; serta 4)
galur yang masih hidup menunjukkan penurunan ukuran dan kekuatannya.
Tangkar dalam
tanpa seleksi terarah akan meningkatkan keragaman genetik. Selain itu, juga
berpengaruh terhadap peningkatan keragaman genetik antar kerabat dekat. Namun,
tangkar dalam diikuti seleksi akan dapat memperkecil keragaman genetik. Sistem
ini cocok untuk menghasilkan galur homozigot.
3)
Kawin
antar tanaman secara fenotipe sejenis (phenotypic
assortative
mating)
Sistem
perkawinan ini terjadi pada tanaman yang fenotipenya sejenis atau serupa, maka pengaruh
yang terjadi bergantung ada tidaknya peristiwa dominan. Apabila tidak ada
peristiwa dominan maka perkawinan hanya terjadi pada tipe ekstrim, misalnya AA
x AA dan aa x aa. Perkawinan ini sebagai akibat terjadinya konsentrasi dari
tipe ekstrim ini dan tipe homozigot akan dapat dipertahankan. Sistem ini cocok
apabila tujuan pemuliaan yaitu mengembangkan tipe ekstrim.
4)
Kawin
antar tanaman secara genetik tidak sejenis (genetic
disassortative
mating)
Sistem perkawinan antar tanaman secara genetik tidak
sejenis, dimana sistem ini berkaitan dengan persilangan antarspesies.
Perkawinan ini disebut juga silang luar (outbreeding).
Tujuan utama bukanlah untuk membentuk populasi dasar, tetapi untuk meningkatkan
keragaman genetik yang berkaitan dengan sumber bahan pemuliaan tanaman. Selain
itu, juga untuk memperoleh populasi dengan stabilitas maksimum.
5)
Kawin
antar tanaman secara fenotipe tidak sejenis (phenotypic
disassortative mating)
Sistem ini dilakukan
bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kelemahan tanaman atau populasi
bahan seleksi. Dengan memilih tetua yang fenotipenya berbeda, dimungkinkan
untuk mengatasi kelemahan salah satu tetua. Pada sistem ini cenderung
mempertahankan heterozigositas dalam populasi, tetapi mengurangi keragaman
populasi apabila nilai tipe ekstrim mendekati rata-rata populasi. Akibat lain
sistem ini akan mengurangi korelasi genetik anatarkerabat.
C.
Seleksi
Tanaman Menyerbuk Silang
Pada
pemuliaan tanaman penyerbukan silang, seleksi dilakukan mempunyai dua tujuan,
yaitu pemilihan genotipe yang dijadikan tetua pada pembentukan populasi dasar
serta pemilihan individu tanaman atau galur sebagai peningkatan karakter
populasi atau penciptaan varietas baru. Kaitannya dengan seleksi tanaman
menyerbuk silang. Walaupun intensitas seleksi dapat meningkatkan kamajuan,
tetapi pada tingkat terlalu tinggi dapat mempunyai tingkat kesamaan genotipe
sehingga akan meningkatkan jumlah gen homozigot atau menyebabkan terjadinya
tekanan tangkar dalam pada keturunannya.
Seleksi
pada dasarnya merupakan bentuk penerapan teori genetika kuantitatif dan
genetika populasi terhadap permalan dan penampilan perilaku populasi. Selaksi
dapat berlangsung alami ataupun buatan. Secara buatan, dapat berupa seleksi stabilitas,
seleksi pemecahan dan seleksi terarah. Seleksi stabilitas bertujuan untuk
memantapkan populasi keturunan karakter yang diinginkan.
Seleksi pemecahan bertujuan untuk memilih tipe
ekstrim yang dikehendaki. Sedangkan seleksi terarah banyak digunakan dalam
pemuliaan tanaman untuk memperoleh tanaman dengan karakter-karakter tertentu.
Oleh sebeb itu, penjelasan akan ditekankan pada tipe seleksi ini.
Beberapa
prosedur seleksi terarah dalam usaha meningkatkan tanaman menyerbuk silang dan
perbedaannya terletak pada empat hal sebagai berikut.
1. Dasar
seleksi populasi silang. Seleksi berdasarkan perbedaan fenotipe individu
tanaman atau perbedaan genotipe melalui uji keturunan.
2. Pengendalian
persilangan pada generasi awal. Dapat dibedakan atas diketahui atau tidak
tetuanya.
3. Tipe
aksi gen (gene action). Seleksi dapat ditekankan berdasarkan daya gabung umum (general combining ability), daya gabung
khusus (specific combining ability),
atau kedua-duanya.
4. Tipe
varietas yang akan diciptakan dari hasil seleksi. Apabila bertujuan untuk
medapatkan varietas hibrida atau sintetis, maka dilakukan sekesi galur.
Perbedaan seleksi terarah dalam peningkatan
menyerbuk silang akan lebih jelas terlihat pada gambar 1.1.
Gambar 1.1 Klasifikasi seleksi terarah tanaman menyerbuk
silang
1)
Seleksi
Massa
Seleksi massa, pemilihan tetap
berdasarkan pada individu tanaman dan penilaian fenotipe. Sebagai bahan seleksi
adalah populasi kawin acak yang tidak memperhatikan asal gamet jantan.
Kelebihan seleksi ini yaitu mudah
dilaksanakan, murah, dapat dilakukan pada populasi besar dan dapat menekan
terjadinya tangkar dalam. Kelemahannya adalah memerlukan tempat penanaman yang
terpisah dari populasi lain dan kemajuan seleksi tergolong rendah.
Diharapkan dengan seleksi massa
diperoleh populasi keturunan dengan frekuensi gen yang dikehendaki lebih besar.
Oleh karena itu, efisiensi seleksi tergantung dari kecermatan menilai fenotipe
agar juga mencerminkan nilai genotipe. Penilaian akan lebih mudah dilakukan
apabila ditinjau dari karakter kualitatif karena penampakan fenotipe juga
merupakan nilai genotipe. Dengan demikian, seleksi massa efektif untuk tujuan
peningkatan karakter kualitatif seperti warna biji, tinggi tanaman, ukuran
tongkol, letak tongkol, kemasakan dan kandungan minyak, serta protein.
Sebaliknya akan menjadi kurang efektif untuk karakter kuantitatif yang
dikendalikan oleh banyak gen. Seleksi massa sesuai untuk karakter dengan
heretabilitas tinggi, tetapi tidak sesuai untuk karakter dengan heretabilitas
rendah.
Upanya meningkatkan efisiensi
seleksi massa, misalnya pada produksi tanaman jagung. Teknik yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut.
a. Seleksi
hanya pada karakter penting.
b. Petak
seleksi dibatasi 1/6-1/2 ha dan pemeliharaan seseragam mungkin agar dapat
memperkecil keragaman lingkungan.
c. Petak
seleksi dibagi menjadi sub plot yang hanya berisi kurang lebih 4 baris dan
masing-masing baris hanya 10 tanaman. Seleksi sebesar 10% sehingga tiap sub
plot dipilih empat tanaman terbaik. Pemabgian petak tersebut dimaksudkan untuk
memperkecil keragaman lingkungan mikro pada produksi individu tanaman sehingga
meningkatkan heretabilitas.
Prosedur
seleksi massa tanaman menyerbuk silang disajikan pada gambar 1.2 di bawah ini.
2)
Seleksi
Tongkol ke Baris (ear to row selection)
Pada
awalnya seleksi ini hanya digunakan pada tanaman jagung, karena ada istilah
“tongkol” pada tanamannya. Namun selanjutnya, metode seleksi ini digunakan juga
untuk tanaman menyerbuk silang lainnya. Metode ini dikenal sebagai seleksi
saudara tiri (half sibs) karena tanaman yang diseleksi hanya diketahui induk
betinanya.
Seleksi
ini merupakan modifikasi seleksi massa dengan maksud meningkatkan
efektivitasnya. Pada seleksi tongkol ke baris, penilaian dilakukan pada kenampakan
keturunan. Ternyata metode ini efektif untuk karakter yang heretabilitasnya
tinggi, tetapi tidak efektif untuk karakter heretabilitas rendah.
Secara
singkat prosedur seleksi tongkol ke baris adalah sebagai berikut.
a. pada
generasi asal yang beragam diseleksi secara individual berdasarkan fenotipenya.
Biji dari masing-masing tanaman dipisahkan. Biasanya dipilih sampai 200
tanaman.
b. Sebagian
biji dari masing-masing tanaman terseleksi ditanam dalam satu baris, misalnya
dengan panjang 5 m. jadi, jumlah barisan sama dengan tanaman terseleksi. Petak
percobaan harus terpisah dari tanaman lain yang sejenis.
c. Pengamatan
dilakukan baik pada individu tanaman maupun barisan. Seleksi didasarkan tanaman
terbaik dari barisan terbaik. Barisan di sini merupakan kelompok tanaman satu
famili.
d. Sisa
biji (pada poin b) dari tanaman yang menghasilkan barisan baik dapat ditanam
pada tahun kedua dan seleksi dilakukan terhadap tanaman terbaik.
Gambar 1.3 Skema seleksi tongkol ke baris
Seleksi
ini bisa dimodifikasi dengan penekanan pada penggunaan ulangan dan uji
keturunan. Ulangan yang dimaksud adalah penanaman di beberapa lokasi dalam satu
tahun. Dengan adanya ulangan ini, diharapkan kecermatan seleksi dapat
ditingkatkan. Demikian juga dengan adanya uji keturunan akan menambah
kecermatan. Seleksi tongkol ke baris yang dimodifikasi dapat meningkatkan
tanggap (respons) seleksi dibandingkan dengan seleksi massa untuk karakter
dengan heretabilitas rendah.
3)
Seleksi
Daur Ulang (recurrent selection)
a. Seleksi
daur ulang fenotipe
Seleksi
didasarkan pada fenotipe individu tanaman dan tidak menggunakan uji keturunan.
Pada setiap jalur seleksi bertujuan untuk mengidentifikasi tanaman unggul
(superior) secara individu dan agar terjadi kawin acak antara tanaman terseleksi.
Biji dari tanaman terseleksi dengan proporsi dan daya hidup sama digunakan
untuk membentuk populasi baru. Pada metode ini perlu diketahui tetua jantan dan
betinanya karena seleksi dilakukan baik untuk gamet jantan maupun gamet betina.
Metode ini bermanfaat untuk karakter dengan heretabilitas tinggi, seperti kadar
minyak dan protein.
Masing-masing
tanaman terseleksi dilakukan kawin sendiri. Tanaman terseleksi ditanam dalam
baris, kemudian dilakukan silang-silang (intercross).
Kedua tahap ini membentuk satu siklus. Keturunan dari siklus pertama dilakukan
seleksi dan kawin sendiri kembali. Dengan adanya proses kawin acak ini, program
seleksi daur ulang dapat digunakan sebagai sumber galur untuk menciptakan
varietas hibrida atau varietas bersari bebas. Agar saling silang dengan dapat
terjadi dengan baik maka tata letak tanaman diatur sedemikian rupa sehingga
tidak memungkinkan terjadi selfing.
Hal yang perlu diperhatikan adalah tanaman yang digunakan sebagai betina harus
dilakukan detaseling (pembuangan
bunga jantan sebelum polen pecah) saat muncul bunga betina (tasel) seperti pada
gambar 1.4.
Betina
|
Betina
|
Jantan
|
Betina
|
Betina
|
||||
B1
|
B2
|
C
|
B3
|
B4
|
||||
B1
|
B2
|
C
|
B3
|
B4
|
||||
B1
|
B2
|
C
|
B3
|
B4
|
||||
B1
|
B2
|
C
|
B3
|
B4
|
||||
B1
|
B2
|
C
|
B3
|
B4
|
||||
B1
|
B2
|
C
|
B3
|
B4
|
||||
B1
|
B2
|
C
|
B3
|
B4
|
||||
B1
|
B2
|
C
|
B3
|
B4
|
Gambar
1.4 tata letak penanaman agar terjadi saling silang. B1: populasi 1 hasil
seleksi selfing, B2: populasi 2 hasil seleksi dan selfing, B3: populasi 3 hasil
seleksi dan selfing, B4: populasi 4 hasil seleksi dan selfing, C: campuran
tanaman 1, 2, 3, dan 4.
Skema seleksi daur ulang dapat dilihat pada gambar1.5
b. Seleksi
daur ulang daya gabung umum
Seleksi
ini dimaksudkan untuk menilai daya gabung umum tanaman yang dipilih dari
populasi dasar. Penilaian diarahkan kepada potensi genotipe tanaman terpilih,
bukan fenotipenya. Dengan ini, diharapkan dapat meningkatkan program seleksi
untuk karakter yang heretabilitasnya rendah. Prosedur dasarnya sama dengan
seleksi daur ulang biasa, tetapi dengan adanya uji keturunan pekerjaan seleksi
lebih rumit dan membutuhkan fasilitas dan waktu lebih banyak.
Daur
pertama dimulai dengan penyeleksian pada populasi dasar, kemudian tanaman
terseleksi dilakukan kawin sendiri. Kelompok tanaman terseleksi ini disebut S0.
Keturunan dari kawin sendiri disebut S1. Selanjutnya galur S1 disilangkan
dengan tanaman penguji (tester),
berarti galur S1 sebagai tanaman betina. Keturunan dari persilangan ini
digunakan untuk mengevaluasi daya gabung masing-masing galur S1 dan akan dapat
diketahui galur-galur yang dianggap unggul (superior).
Sisa
biji galur-galur S1 yang dinilai unggul dipergunakan untuk membentuk populasi
kawin acak dan dijauhkan dari sumber tepung sari lain. Dapat juga dilakukan
silang diallel antar galur-galur S1. Populasi ini sebagai bahan seleksi untuk
daur berikutnya, yang prosesnya sama seperti di atas. Program ini dapat
dilaksanakan beberapa daur sehingga hasil yang diperoleh mendekati atau sesuai
dengan harapan pemulia.
Program
ini dapat diarahkan dalam menciptakan varietas sintetis bagi tanaman menyerbuk
silang atau sebagai perbaikan populasi yang akan dijadikan bahan pemuliaan
untuk mendapatkan varietas hibrida.
Sebagai
populasi penguji (tester) adalah
populasi heterozigot dan heterogen sebagai berikut.
1. Varietas
bersari bebas yang tidak ada hubungannya dengan tanamanyang diuji, yaitu
pengujian silang puncak (top cross).
2. Varietas
bersari bebas asal galur S1.
3. Suatu
populasi yang terdiri dari tanaman denga produksi rendah dan dipilih dari
varietas bersari bebas asal galur S1.
4. Keturunan
dari suatu silangan ganda.
c. Seleksi
daur ulang daya gabung khusus
Langkah
seleksi ini sama dengan seleksi untuk daya gabung umum. Perbedaannya terletak
pada tanaman pengujinya (tester).
Pada seleksi daya gabung khusus dipergunakan galur murni atau keturunan
persilangan dua galur murni sebagai tester.
Ciri seleksi ini adalah terjadi peningkatan produksi tanaman keturunan dari
populasi dengan penguji. Hal ini merupakan hasil evaluasi daya gabung khusus
antara galur S1 dengan pengujinya. Demikian, program ini bertujuan untuk
meningkatkan tanaman keturunanmelalui uji daya gabung khusus atau untuk
memperoleh suatu populasi yang lebih baik sebagai bahan seleksi galur-galur
murni dengan daya gabung khusus tinggi.
Oleh
sebab itu, diharapkan seleksi ini lebih efektif dibandingkan seleksi daur ulang
daya gabung umum dalam memperoleh tanggap selekswi mengenai produksi tanaman
terseleksi. Namun, pada beberpa penelitian tanaman jagung menunjukkan bahwa
apabila radam aditif dua kali lipat dari ragam dominan maka seleksi untuk daya
gabung umum lebih efektif.
d. Seleksi daur ualang resiprok
Seleksi
ini dilakukan berdasarkan uji keturunan untuk mengevaluasi gelur mengenai
kemampuan daya gabung umum dan khusus. Seleksi daur ulang daya gabung umum
memanfaatkan adanya ragam aditif pada populasi, sedangkan . seleksi daur ulang
daya gabung khusus memanfaatkan ragam dominan. Oleh sebab itu, seleksi daur
ulang resiprok menyeleksi sekaligus daya gabug umum dan khusus guna mengurangi
kelemahan dua macam seleksi tersebut. Metode ini sering digunakan pada tanaman
kelapa sawit. Kelapa sawit tenera merupakan hasil persilangan antara Dura
dengan Psifura. Dimana seleksi dilakukan pada populasi Dura dan Psifura sekaligus.
Seleksi
daur ulang resiprok menggunakan dua populasi heterogen dan heterozigot, yang
masing-masing digunakan baik sebagai populasi bahan seleksi maupun penguji.
Ciri metode seleksi ini adalah pada mulanya kedua populasi penguji bertindak
untuk biji keturunan bagi daya gabung umum. Namun, setelah aeleksi berlangsung
terjadi pergeseran secara bertingkat bahwa kedua populasi tersebut
diperuntukkan menguji kombinasi gendalam arti daya gabung khusus. Target
terakhir yaitu persilangan dua populasi untuk memperoleh penampilan hibrida
secara maksimal.
D.
Varietas
Sintesis
Varietas
sintesis ialah varietas yang dihasilkan oleh kombinasi galur atau tanaman
terseleksi dan dilanjutkan persilangan acak secara normal. Genotipe-genotipe
pembentuk varietas sintesis dapat berupa galur murni, klon, populasi hasil
seleksi massa atau populasi lain.
Perbedaan
antara varietas sintesis dengan varietas bersari bebas lainnya adalah
genotipe-genotipe pembentuk varietas sintesis telah diuji kemampuan daya
gabungnya. Tujuan mengadakan pengujian genotipe adalah unutuk memperoleh
genotipe yang mempunyai kemampuan baik apabila dikombinasikan dalam bentuk varietas
sintesis. Kemampuan daya gabung yang tinggi diharapkan dapat menghasilkan
produksi tinggi pula pada keturunannya.
Keuntungan
varietas sintesis terutama adalah sebagai berikut.
a. Benih
varietas ini dapat diusahakan petani sendiri untuk generasi selanjutnya
sehingga lebih cocok dibandingkan dengan varietas hibrida bagi petani kurang
mampu.
b. Keragaman
yang lebih besar dalam varietas sintesis memungkinkan lebih tahan menghadapi
tekanan lingkungan dibandingkan dengan varietas hibrida.
c. Biasanya
lebih unggul dibandingkan dengan varietas bersari bebas lain karena varietas
sintesis merupakan kombinasi galur terpilih dan teruji.
Pengembangan varietas sintesis dapat
diusahakan melalui seleksi daur ulang beberapa galur. Disamping itu, varietas
ini dapat digunakan sebagai sumber penghasil galur-galur murni baru.
Galur-galur tetua pembentuk varietas sintesis diarahkan secara genetik
mempinyai andil yang sama pada kawin acak dalam populasi varietas tersebut.
Pembentukan populasi pertama diberi istilah syn 0 (galur-galur tetua). Syn
merupakan singkatan dari synthetic.
Generasi pertama disebut syn 1 yang merupakan kombinasi keturunan F1. Generassi
berikutnya disebut syn 2 yang merupakan generasi kawin acak. Selanjutnya
disebut generasi syn 3, syn 4 dan seterusnya. Varietas sintesis yang
dipergunakan secara komersial merupakan generasi syn 2 dan seterusnya.
Generasi syn 0 dibentuk melalui
kombinasi biji-biji galur dengan proporsi sama, atao klon-klon dengan
perbandingan yang sama pula dan ditanam secara acak, atau kombinasi dialel dari
semua galur. Populasi menghasilkan biji untuk generasi syn 1 dan seterusnya syn
2. Pada generasi awal (syn 1 dan syn 2), tanaman ditumbuhkan pada area yang
terpisah dari lainnya. Kemudian semua biji dipungut untuk biji genrasi selanjutnya.
Untuk mempertahankan suatu varietas
sintesis dapat ditempuh melalui hal berikut ini.
1. Pembaharuan
populasi denga galur-galur dasar, yang kemudian melepaskan generasi syn 2 dan
syn 3.
2. Pemeriksaan
biji populasi generasi lanjut, yakni melalui pengujian di tempat terisolir
untuk mengetahui apakah ada prubahan kemampuan produksi varietas baru.
Untuk
meramalkan naik-turunnya produksi setiap generasi varietas sintesis dapat
digunakan persamaan berikut.
Yt
= Y0 +
(Y1 – Y0)
dimana: Yt = produksi generasi syn t
Y0 = produksi
generasi syn 0
Y1 = produksi
generasi syn 1
Fi = koefisien silang-dalam pada generasi
i
F0 = koefisien silang-dalam pada generasi
syn 0
Ft = koefisien silang-dalam pada generasi syn t
Persamaan ini berdasarkan
pertimbangan bahwa produksi suatu varietas sintesis tergantung dari potensi
genetik galur-galur dan derajat silang-dalam yang terjadi.
Derajat silang-dalam berkaitan denga
jumlah galur pembentuk varietas sintesis. Secara umum, semakin sedikit jumlah
galur maka semakin dekat hubungan
keturunan antar galur sehingga derajat silang-dalam semakin meningkat.
Silang-dalam disebabkan oleh persilangan full-sib dan half sib pada generasi
awal (syn 1). Semua silang-dalam terjadi pada generasi syn 1 sehingga terjadi
penurunan produksi pada generasi syn 2. Penurunan ini semakin nyata apabila
jumlah galur dasar semakin sedikit. Namun pada generasi selanjutnya tingkat
produksi konstan seperti generasi syn 2.
E.
Varietas
Komsposit
Varietas komposit pada dasarnya merupakan campuran
berbagai macam bahan pemuliaan yang telah diketahui potensi produksi, umur,
ketahanan, atau karakter laninnya. Dengan demikian, pembentukan varietas ini
mirip dengan varietas sintesis, hanya bahan pembentuknya lebih beraneka
ragam.dalam pembentukannya, biji dari berbagai galur dan atau hibrida dicampur
menjadi satu dan ditanam beberapa generasi agar penyerbukan silang terjadi
dengan baik. Setelah 4 sampai 5 generasi seleksi dapat dilakukan, yakni setelah
terjadi banyak kombinasi-kombinasi baru. Seleksi ini dilakukan untuk
peningkatan karakter populasi tersebut, yang disebabkan peningkatkan frekuensi
gen yang dikehendaki.
Karena terdiri dari campuran galur, varietas bersari
bebas dan hibrida maka melalui kawin acak akan terjadi banyak
kombinasi-kombinasi baru. Dengan demikian, varietas ini dapat bertindak sebagai
kumpulan gen (gene pool) yang amat
bermafaat bagi program pemuliaan tanaman menyerbuk silang. Dengan kata lain,
varietas ini merupakan penyimpanan plasma nutfah yang memang diperlukan bagi
program peningkatan karakter suatu varietas menyerbuk silang.
DAFTAR
PUSTAKA
Syukur dkk. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Acquaah,
George. Principles of Plant Genetics and Breeding. Australia: Blackwell
Publishing.